MUATAN LOKAL
Pertemuan 1
Sultan Jambi, Achmad Nazaruddin pada tahun 1877-1879Ā
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18.Ā
Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.
Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Oleh kerabat orang kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan.
Pangeran Ratu Martaningrat menyerah ke Belanda tahun 1904.
Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Kemudian pada tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.